Diriwayatkan dari Al-Humaidi bahawa Imam Al-Syafie berkata, "Ketika saya sedang berjalan untuk mempelajari ilmu nahwu dan kesusasteraan Arab, tiba-tiba saya bertemu dengan Muslim bin Khalid Az-Zanji.
Ia bertanya: Wahai anak muda, kamu berasal dari mana?
Dari keturunan orang Mekah, jawabku.
Dari kabilah apa?, tanya beliau lagi.
Kabilah Abd Manaf, jawabku. Lalu ia pun berkata: Bagus, bagus. Sungguh Allah telah memuliakanmu di dunia dan di akhirat. Andai kamu gunakan kecerdasanmu untuk mempelajari fiqh, maka hal itu lebih baik bagimu." Sufyan bin 'Uyainah (guru Imam Al-Syafie) berkata, "Kenabian merupakan anugerah Allah yang paling mulia. Anugerah yang paling mulia setelah kenabian adalah ilmu dan fiqh." Peristiwa dan kata-kata guru Imam Al-Syafie tersebut telah mendorong beliau untuk menekuni fiqh secara serius. Kemudian beliau berguru dengan ramai fuqaha' yang terkenal pada zamannya seperti Muslim bin Khalid Az-Zanji, Sufyan bin 'Uyainah, Imam Malik bin Anas dan lain-lain.
Sebenarnya kefakihan Imam Al-Syafie sudah terlihat sejak usianya masih muda remaja. Oleh sebab itu, beliau telah diizinkan oleh Muslim bin Khalid Az-Zanji (Mufti Mekah) supaya memberikan fatwa ketika umurnya 15 tahun.
Pada kesempatan yang lain, Imam Al-Syafie menjelaskan tentang syarat-syarat untuk menjadi mufti (pemberi fatwa), katanya, "Tidak diperkenankan bagi siapa pun untuk memberikan fatwa mengenai agama Allah, kecuali:
1) Orang yang benar-benar menguasai Kitab Allah (Al-Qur'an).
2) Mengetahui nasikh dan mansukh.
3) Mengetahui Muhkam dan Mutasyabih.
4) Mengetahui Takwil-Tanzil.
5) Mengetahui Makkiyah-Madaniyah.
6) Benar-benar mengerti maksud suatu ayat.
7) Menguasai hadis Rasulullah SAW.
8) Ilmu-ilmu hadis lainnya.
9) Bersikap adil.
10) Mengetahui perbedaan pendapat para ulama.
Jika kesemua syarat ini telah dipenuhi, maka seseorang diperkenankan untuk memberikan fatwa mengenai hukum halal atau haram. Tetapi, jika persyaratannya masih kurang, ia tidak diperbolehkan memberi fatwa".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar