Senin, 12 September 2016

Pemuda Akhir Zaman

Ketika Ulama qiraat merdu melantunkan Al-Quran,
Para pemuda yang salah tajwidnya sibuk berdebat tentang tafsiran.

Ketika Ulama hadits menyendiri mengamalkan Sunnah,
Para pemuda yang jahil ilmu nahu sorofnya sibuk berdebat tentang kesahihan hadits.

Ketika Ulama tauhid mencapai kesaksian Makrifat,
Para pemuda yang meninggalkan dakwah sibuk berdebat tentang kekufuran ummat.

Ketika Ulama Fiqh memperbanyakkan Ibadah,
Para pemuda yang malas talaqqi sibuk berdebat tentang dalil ijtihad.

Ketika Ulama Tasawwuf mujahadah menyelami hikmah,
Para pemuda yang rusak akhlaknya sibuk berdebat tentang amalan soleh.

Kelak, pada saat para ulama ini pergi meninggalkan dunia,
Ke mana pula perginya para pemuda tadi?

Berhentilah wahai pemuda. Berhentilah berdebat atas sesuatu yang kalian sendiri tidak mengetahui bahkan tiada ilmu sedikitpun tentangnya. Tidakkah kalian tahu? Para musuh kita di hadapan sedang khusyuk menonton persembahan pentas kalian? Sambil tertawa sinis!

Minggu, 11 September 2016

Warisan

Diceritakan bahwa ada seorang pedagang yang meninggal dunia, mempunyai warisan harta kepada dua anak lelaki berupa tiga helai rambut Rasulullah SAW

Lalu dibagikanlah harta peninggalannya itu menjadi dua bagian, masing-masing menerima satu bagian . Karena masih ada satu helai rambut Rasulullah SAW yang tersisa, maka saudaranya yang tua berkata, " Lebih baik kita potong menjadi dua bagian dan kita bagi sama rata "

Jawab saudaranya yg muda, " Jangan ! Ini adalah rambut Rasulullah SAW "

Maka yang tua berkata lagi, " Jika demikian, ambillah ketiga rambut ini dan serahkan seluruh hartamu kepadaku "

Jawab yg muda, " Baiklah, ambillah hartaku "

Maka diserahkan seluruh harta bagiannya kepada saudaranya yang tua dan diterimanya ketiga helai rambut Rasulullah SAW tersebut

Lalu rambut itu selalu disimpan di sakunya dan setiap  mengeluarkan rambut tersebut ia selalu membaca shalawat kepada Rasulullah SAW

Tidak lama kemudian, saudaranya yang muda itu mendapat berkah rizki dan makin kaya, sementara saudara yang tua harta warisannya habis tak tersisa

Kemudian ketika yang muda itu sudah meninggal dunia ada seorang yang saleh dari dusun itu bermimpi bertemu dengannya sedang berada di samping Rasulullah SAW

Lalu Rasulullah SAW berkata kepada orang saleh tersebut " Katakanlah kepada semua orang, barangsiapa yang berhajat minta sesuatu kepada Allah, maka mintalah kepada Allah di dekat kuburan anak muda itu, niscaya Allah akan menerima doanya "

Demikianlah jika Allah SWT telah menerima amal seseorang maka permintaan Allah itu akan meluas kepada orang yang telah diterimanya itu

Sebagaimana jika Allah telah menerima amal salah satu orang yang mengerjakan shalat secara berjamaah maka semua orang yang ikut dalam jamaah tersebut akan ikut merasakan, amal mereka pun juga juga ikut diterima

Akhirnya banyak orang yang berdatangan ke makam pemuda tersebut untuk bertabbaruk, sehingga orang-orang yang sedang naik kendaraan pun turun lalu berjalan kaki, karena menghormati pemuda tersebut.

Dinukil dari: ( Kitab Irsyadul 'Ibad Karangan Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddin Al Malibariy )

Jangan lupa Bagi Ikhwan Tijani di atur/ada aturannya perihal Ziarah ...

Kamis, 08 September 2016

Pandangan Bid'ah Menurut Imam Syafi'i

BID'AH MENURUT ALQURAN & HADITS SESUAI PEMAHAMAN MAZHAB SYAFI'I

Jika ada orang yang berkeyakinan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan ada di neraka. Maka ketika mereka menjudge bid’ah, sesungguhnya mereka telah menghukumi saudara muslim mereka berada di neraka. Apakah semudah itu menghukumi orang masuk neraka? Sudah selayaknya kita kembalikan kepada salafus sholih untuk urusan ini.

1. Imam Syafii
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris As Syafii, mujtahid agung pendiri madzhab Syafii yang diikuti oleh mayoritas Ahlussunnah Wal Jamaah di dunia Islam, berkata: “Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al Quran, Sunnah, Ijma atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al Quran, Sunnah, mau pun Ijma, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela.”
(Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafii  juz 1/ 469)

Dalam riwayat lain Imam  Syafii berkata:
“Bid’ah ada dua macam: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah bid’ah terpuji, dan bid’ah yang menyalahi Sunnah adalah bid’ah tercela.” (Dituturkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari)

Pembagian bid’ah menjadi dua oleh Imam Syafii ini disepakati oleh para ulama setelahnya dari seluruh kalangan ahli fikih empat madzhab, para ahli hadits, dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu. Di antara mereka adalah para ulama terkemuka, seperti Izzuddin bin Abdis Salam, Imam Nawawi, Ibnu `Arofah, al Hathab al Maliki, Ibnu Abidin dan lainnya. Dari kalangan ahlul hadits ada Ibnul Arobi al Maliki, Ibnul Atsir, al Hafidz Ibnu Hajar, al Hafidz as Sakhawi, al Hafidz as Suyuthi dan lainnya. Termasuk dari kalangan ahli bahasa sendiri, seperti al Fayyumi, al Fairuzabadi, az Zabidi dan lainnya.

Bid'ah dari Sudut Pandang

Telah lebih dari 1190 tahun sejak kewafatan beliau.
Sumbangan besar al-Imam asy-Syafi`i RA dalam ilmu Usul Fiqih ialah pembagian beliau terhadap makna ‘perkara baru’ (Bid‘ah) menjadi dua hal pokok, bid’ah hasanah dan sayyiah.
Bahkan al- Imam Nawawi membaginya dalam 5 status hukum.

أن البدع خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة .
“Sesungguhnya bid’ah terbagi menjadi 5 macam ; bid’ah yang wajib, mandzubah (sunnah), muharramah (bid’ah yang haram), makruhah (bid’ah yang makruh), dan mubahah (mubah)” [Syarh An-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim, Juz 7, hal 105]
Pembagian bid’ah menjadi dua oleh Imam Syafi'i ini disepakati oleh para ulama setelahnya dari seluruh kalangan ahli fikih empat madzhab, para ahli hadits, dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu.

Di antara mereka adalah para ulama terkemuka, seperti al-‘Izz ibn Abd as-Salam, an-Nawawi, Ibn ‘Arafah, al-Haththab al-Maliki, Ibn ‘Abidin dan lain-lain. Dari kalangan ahli hadits di antaranya Ibn al-'Arabi al-Maliki, Ibn al-Atsir, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafzih as-Sakhawi, al-Hafzih as-Suyuthi dan lain-lain. Termasuk dari kalangan ahli bahasa sendiri, seperti al-Fayyumi, al-Fairuzabadi, az-Zabidi dan lainnya.

SyaikhulIslam Sulthanul-Ulama’ al-Imam al-`Izz Ibnu Abdissalam juga menjelaskan tentang masalah bid’ah, beliau berkata: “Di sana ada beberapa macam perkara baru (Bid‘ah). Pertama, perkara yang tidak dilakukan dalam Islam namun syari‘at menyatakannya sebagai hal terpuji, bahkan ada yang dinyatakan wajib. Kedua, perkara yang tidak dilakukan dalam Islam namun syari‘at membenci dan mengharamkannya. Ketiga, perkara yang tidak dilakukan dalam Islam dan syari‘at membolehkannya”. Dalam kesempatan lain beliau menyebutkan bahwa Bid‘ah itu ada lima macam, sama dengan lima hukum yang simpulkan oleh ulama fiqih untuk hal perbuatan manusia, yaitu wajib, haram, sunnah (mandub), makruh dan mubah (boleh). Ulama dari empat madzhab telah sepakat dengan klasifikasi Bid’ah terbagi pada lima hukum seperti yang dikemukakan oleh al-Imam al-Izz bin Abdissalam, seperti yang telah kami sebutkan sebelumnya.

Kelahiran Imam Syafi'i

Pengasas Madzhab Al-Syafie ialah Muhammad bin Idris Al-Syafie. Beliau dilahirkan pada tahun 150 H, pada tahun yang sama dengan kewafatan ulama besar yang hebat iaitu Imam Abu Hanifah (pengasas Madzhab Hanafi). Sampai sebahagian orang mengatakan, "seorang imam telah meninggal dunia dan lahir pula seorang imam yang lain". Menurut Dr. Ahmad Nahrawi Abdus Salam, Imam Al-Syafie dilahirkan di Gaza, Palestin. Desa Gaza ini berdekatan dengan sebuah kota yang dikenali sebagai 'Asqalan. Dan kebanyakan kabilah yang tinggal berhampiran dengan tempat lahir Imam Al-Syafie ini adalah orang-orang Yaman. Pendapat ini turut dibentangkan oleh Prof. Muhammad Abu Zahrah. Seorang pengkaji sejarah, Al-Himawi, berkata, "Pentakwilan ini bagus sekiranya riwayat-riwayat tersebut Sahih." Menurut pendapat yang tepat, Imam Al-Syafie berketurunan Quraisy dari jalur keturunan bapanya. Nama lengkap Imam Al-Syafie ialah Muhammad bin Idris bin Al-'Abbas bin Usman bin Syafi'i bin Al-Sa'ib bin 'Ubaid bin Abd Yazid bin Hasyim bin Abdul Mutallib bin Abd Manaf. Nasab Imam Al-Syafie bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada Abd Manaf.

Adapun ibu Imam Al-Syafie berasal dari keturunan Al-Azd. Ini adalah berdasarkan riwayat yang sahih kerana Imam Al-Syafie pernah berkata, "Ibuku berasal dari suku Azdi. Nama kunyahnya ialah Habibah Al-Azdiyah." Tetapi, nama lengkap ibunya tidak dapat diketahui dengan pasti. Apa pun, ibu Imam Al-Syafie seorang yang cergas dan pandai mendidik, memang wajar jika sifat ibunya ini dijadikan tauladan.
Buat kali pertamanya, Imam Al-Syafie telah dibawa oleh ibunya melakukan perjalanan dari Palestin ke Mekah ketika Imam Al-Syafie berusia 2 tahun. Dan perjalanan kedua Imam Al-Syafie ke Mekah adalah pada usia Imam Al-Syafie 10 tahun. Beginilah sebagaimana yang diterangkan oleh Prof. Muhammad Abu Zahrah.

Tujuan Imam Al-Syafie dibawa ke Mekah adalah untuk mendekatkan dirinya dengan nasab keluarganya.

Sebenarnya kefakihan Imam Al-Syafie sudah terserlah sejak usianya masih muda remaja. Oleh sebab itu, beliau telah diizinkan oleh Muslim bin Khalid Az-Zanji (Mufti Mekah) supaya memberikan fatwa ketika umurnya 15 tahun.

Imam Syafi'i Mengembara

Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya HANYA DALAM 9 MALAM. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.

Imm Abu Bakar al-Abhari berkata : "Jumlah hadits Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam, atsar sahabat dan fatawa tabi'in yang ada dalam kitab al-Muwaththa' adalah 1720 hadits, yang bersanad sebanyak 600, mursal 222, mauquf 613 dan fatawa tabi'in 285." Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.

Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh dia ini seperti: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, dia melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini dia banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq. Juga dia mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan. Ia memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.

Di Mesir Imam Syafi'i bertemu dengan murid Imam Malik yakni Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (qaul qadim). Kemudian dia pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (qaul jadid). Di sana dia wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.

Imam Syafi'i Ahli Fiqih

Diriwayatkan dari Al-Humaidi bahawa Imam Al-Syafie berkata, "Ketika saya sedang berjalan untuk mempelajari ilmu nahwu dan kesusasteraan Arab, tiba-tiba saya bertemu dengan Muslim bin Khalid Az-Zanji.
Ia bertanya: Wahai anak muda, kamu berasal dari mana?
Dari keturunan orang Mekah, jawabku.
Dari kabilah apa?, tanya beliau lagi.
Kabilah Abd Manaf, jawabku. Lalu ia pun berkata: Bagus, bagus. Sungguh Allah telah memuliakanmu di dunia dan di akhirat. Andai kamu gunakan kecerdasanmu untuk mempelajari fiqh, maka hal itu lebih baik bagimu." Sufyan bin 'Uyainah (guru Imam Al-Syafie) berkata, "Kenabian merupakan anugerah Allah yang paling mulia. Anugerah yang paling mulia setelah kenabian adalah ilmu dan fiqh." Peristiwa dan kata-kata guru Imam Al-Syafie tersebut telah mendorong beliau untuk menekuni fiqh secara serius. Kemudian beliau berguru dengan ramai fuqaha' yang terkenal pada zamannya seperti Muslim bin Khalid Az-Zanji, Sufyan bin 'Uyainah, Imam Malik bin Anas dan lain-lain.

Sebenarnya kefakihan Imam Al-Syafie sudah terlihat sejak usianya masih muda remaja. Oleh sebab itu, beliau telah diizinkan oleh Muslim bin Khalid Az-Zanji (Mufti Mekah) supaya memberikan fatwa ketika umurnya 15 tahun.

Pada kesempatan yang lain, Imam Al-Syafie menjelaskan tentang syarat-syarat untuk menjadi mufti (pemberi fatwa), katanya, "Tidak diperkenankan bagi siapa pun untuk memberikan fatwa mengenai agama Allah, kecuali:
1) Orang yang benar-benar menguasai Kitab Allah (Al-Qur'an).
2) Mengetahui nasikh dan mansukh.
3) Mengetahui Muhkam dan Mutasyabih.
4) Mengetahui Takwil-Tanzil.
5) Mengetahui Makkiyah-Madaniyah.
6) Benar-benar mengerti maksud suatu ayat.
7) Menguasai hadis Rasulullah SAW.
8) Ilmu-ilmu hadis lainnya.
9) Bersikap adil.
10) Mengetahui perbedaan pendapat para ulama.

Jika kesemua syarat ini telah dipenuhi, maka seseorang diperkenankan untuk memberikan fatwa mengenai hukum halal atau haram. Tetapi, jika persyaratannya masih kurang, ia tidak diperbolehkan memberi fatwa".

Guru dan Murid Imam Syafi'i

Imam Fakhr al-Razi telah menyebutkan guru-guru Imam Al-Syafie yang sangat banyak jumlahnya. "Kami hanya akan menyebutkan guru-gurunya yang masyhur dari kalangan mereka yang pandai dalam bidang fiqh dan fatwa. Dalam karya ayahku Dhiya'uddin Umar bin Al-Hasan menyebutkan jumlahnya 19 orang guru di antaranya 5 orang berasal dari Mekah, 6 orang berasal dari Madinah, 4 orang berasal dari Yaman dan 4 orang berasal dari Irak." Dari Mekah:
1. Sufyan bin 'Uyainah. [Mufti Mekah]
2. Muslim bin Khalid Az-Zanji. [Mufti Mekah]
3. Sa'id bin Salim Al-Qaddah.
4. Daud bin Abd Rahman Al-'Aththar. [Banyak meriwayatkan hadis]
5. Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abu Daud. [Banyak meriwayatkan hadis]

Dari Madinah:
1. Malik bin Anas. [Mufti Madinah]
2. Ibrahim bin Sa'd Al-Ansari. [Banyak meriwayatkan hadis] 
3. Abdul Aziz Muhammad Ad-Darawardi. [Banyak meriwayatkan hadis]
4. Ibrahim bin Yahya Al-Aslami. [Banyak meriwayatkan hadis]
5. Muhammad bin Sa'id (sebenarnya Ismail, bukan Sa'id) bin Abu Fudaik. [Banyak meriwayatkan hadis]
6. Abdullah bin Nafi' ash-Shaigh. [Murid Senior Imam Malik & sahabat Ibnu Abi Dz'ib]

Dari Yaman:
1. Muthraf bin Mazin.
2. Hisyam bin Yusuf. [Kadi kota Shan'a]
3. Umar bin Abi Salamah. [Sahabat Al-Auza'i]
4. Yahya bin Hasan. [Sahabat Al-Laits bin Saad]

Dari Iraq:
1. Waki' bin Al-Jarrah. -Kufah.
2. Abu Usamah Hamad bin Usamah. -Kufah.
3. Ismail bin 'Aliah. -Basrah.
4. Abdul Wahab bin Abdul Majid. -Basrah.

Imam Al-Syafie mempunyai murid yang sangat ramai. Pernah digambarkan oleh Ibrahim al-Harbi tentang ramai orang yang mahu belajar kepada Imam Al-Syafie di saat beliau memperkenalkan fiqh barunya di Masjid Jami' al-Gharbi, Baghdad, Irak: "Ketika Al-Syafie datang ke Baghdad, di Masjid Jami' Al-Gharbi terdapat 20 majlis fiqh rasional. Tetapi setelah Al-Syafie mula memperkenalkan fiqhnya pada hari Jumaat, majlis fiqh rasional tersebut bubar dan hanya tinggal 3 majlis saja, kerana majlis-majlis yang lain pindah ke majlis Al-Syafie." Berikut adalah sebahagian murid-murid Imam Al-Syafie.

Karya - karya Imam Syafi'i

Sebuah atsar ada menyebut, "Ikatlah ilmu dengan tulisan." Atsar ini memberikan motivasi kepada para ulama' supaya mereka mencatatkan segala macam pengetahuan yang mereka miliki pada tulisan agar dapat diwariskan kepada generasi seterusnya. Sememangnya penulisan merupakan salah satu medium penyampaian ilmu pengetahuan.

Imam Al-Syafie sangat rajin menulis. Beliau sering menulis karya apabila diminta oleh para ahli ilmu. Pernah ahli-ahli hadis meminta Imam Al-Syafie mengarang penulisan khusus bagi mengkritik mazhab ahli ra'yi dan membela mazhab ahli hadis. Lalu, Imam Al-Syafie pun menunaikan permintaan mereka itu.

Di antara karya Imam Al-Syafie ialah:

1. Ikhtilaf al-Hadits. Kitab ini dikarang oleh Imam Al-Syafie bagi membahaskan mengenai kehujahan hadis ahad secara khusus dan membela sunnah secara umum.

2. Al-Hujjah. Ini merupakan karya Imam Al-Syafie ketika beliau mengajar di Baghdad, Iraq. Kitab inilah yang membentangkan pendapat lama (Qaul Qodim) Imam Al-Syafie dalam ilmu fiqh.

3. Al-Mabsuth. Kitab ini merupakan karya Imam Al-Syafie yang menghidangkan beberapa tambahan dalam ilmu fiqh.

4. Al-Umm. Ini merupakan karya Imam Al-Syafie ketika beliau mengajar di Mesir. Kitab inilah yang membentangkan pendapat baru (Qaul Jadid) Imam Al-Syafie dalam ilmu fiqh.

5. Al-Risalah. Kitab ini ditulis oleh Imam Al-Syafie atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi. Inilah karya Imam Al-Syafie yang membahaskan mengenai ilmu usul al-fiqh.

Saya kira ini bagian terakhir dari rangkaian biografi beliau. Semoga bermanfaat.

AKIBAT MENGHINA WALIYULLOH

Syeikh Abdul Wahhab Asy Sya'rani berkata: Guruku Syeikh Muhammad Syinnawi ada menyebutkan bahawa: Ada seorang lelaki dari kalangan ulama' soleh yang terbesar di Mahallah Kubra bernama Syeikh Syamsuddin Abu al-Ghaith. Pada suatu hari, beliau telah singgah di Bulak. Dilihatnya orang ramai sedang turun dari kenderaan mereka dan berebut-rebut menuju ke tempat di mana sambutan maulid Sayyid Ahmad al-Badawi sedang diadakan.
.
Beliau tidak bersetuju dan berkata: Apakah yang sedang mereka heboh-hebohkan ini,seolah-olah seperti menziarahi maqam Rasulullah ﷺ ? Mereka ini semua terlalu mengagungkan Sayyid Ahmad Badawi!!
.
Seorang syeikh yang berada di situ telah berkata pula kepadanya: Sayyid Ahmad al-Badawi adalah seorang wali Allah yang hebat. Di tempat ini, tiada seorang manusia pun yang memiliki maqam (kedudukan) yang lebih tinggi daripada maqam (kedudukan) Sayyid Ahmad al-Badawi.
.
Walau bagaimanapun, seorang daripada hadirin di situ telah menjemput Syeikh Syamsuddin Abu al-Ghaith untuk duduk makan bersamanya. Beliau telah menerima tawaran itu. Ketika beliau sedang makan, tiba-tiba tulang ikan telah tersangkut di kerongkongnya. Berbagai usaha dan ikhtiar telah dicoba untuk mengeluarkannya, namun semuanya tidak berhasil.
.
Akibat dari peristiwa ini, beliau tidak lagi dapat makan, minum, tidur dengan sempurna. Dan selama waktu itu, beliau tidak ingat langsung tentang sebab musibahnya itu. Namun, setelah sembilan bulan berlalu, tiba2 beliau telah teringat kembali akan sebabnya. Syeikh Syamsuddin Abu al-Ghaith pun berkata: Bawalah aku ke Maqam Sayyid Ahmad al-Badawi.
.
Beliau pun dibawa orang ke sana. Di Maqam Sayyid Ahmad al-Badawi, beliau pun membaca Surah Yaasin. Tiba2-tiba beliau bersin. Maka keluarlah tulang ikan itu dari kerongkongannnya disertai dengan darah dan daging. Setelah itu, beliau pun berkata: Aku bertaubat kepada Allah dengan kemuliaan Sayyid Ahmad al-Badawi. Semenjak peristiwa itu, kesihatan Syeikh Syamsuddin Abu al-Ghaith pun beransur pulih kembali.
.
Sumber : Rujukan Tobaqat al Kubro,Syeikh Abdul Wahhab Asy-Sya'rani Jilid 1 Hlm 158-159.

Raja Sholawat

Shalawat Fatih (Raja Shalawat)

اللَّهُــــــــــــــمَّ صَلِّ عَلَى سيِّــــــــدِنَا محمدٍ الفاتِـــــــــحِ لِمَا أُغْلِــــــــــــــقَ والخَـاتِــــــــــــــــمِ لِمَا سَبَــــــــــقَ، نَاصِـــــــــرِ الحَقِّ بالحـــــــــــــــــقِّ، والهـــــــــــــــــادِي إلى صِرَاطِـــــــــكَ الْمُسْتَقِيـــــــــــــــــــمِ، وَعَلَى آلِهِ حـــــــــقَّ قَدْرِهِ ومِقْــــــــــــدَارِهِ العَظِيــــــــــــــمِ.

صَلاةً نَنَالُ بِهَا الْقَصْدَ وَالْمَطْلُوب* تُحَطُّ بِهَا الْخَطَايَا وَتُمْحَى الذُّنُوب* تُصَفِّي النُّفُوسَ وَتَسْتُرُ الْعُيُوب*

وَيَدُومُ الرِّضَا وَيُغْفَرُ كُلُّ حُوب* صَلاةً لاحد لَهَا مِنْ شَمَالٍ أَوْ جَنُوب* وَاجْعَلْنَا بِهَا رَبَّنَا دَوْمًا إِلَيْكَ نَؤُب* وَنَهْتَدِي وَنَتُوب* فَاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ مَاتَوَالَى سُكُونٌ أَوْهُبُوب* وَشُرُوقٌ أَوْغُرُوب* عَدَدَ الذَّرَّاتِ وَالْحُبُوب*

صَلاةً تَدْفَعُ بِهَا عَنَّا مَسَّ اللُّغُوب* وَكَيْدَ الْفِتَنِ وَالْمِحَنِ وَالْحُرُوب* صَلاةً عَدَدَ كُلِّ سَالِمٍ وَمَثقُوبْ* تُنَفِّسُ عَنْ كُلِّ مَكْرُوب* وَتُبْعِدُ عَنَّا الأَذَى وَالسُّقْمَ وَالشُّحُوب*

وَتُقَرِّبُنَا إِلَى كُلِّ عَمَلٍ مَرْغُوب* صَلِّ عَلَيْهِ رَبَّنَا عَدَدَ مَافِي عِلْمِ رَبِّنَا مِنِ اسْتِحَالَةٍ وَجَوَازٍ وَوُجُوب* وَوَفِّقْنَا بِهَا لِكُلِّ خَيْرٍ مُسْتَحَبٍّ وَمَنْدُوب* وَأَحِلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ لا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوب*

(لَيْسَ لَهَا مِن دُونِ اللَّـهِ كَاشِفَةٌ)

اللَّهـُمَّ بِـحَقِّ هَذِهِ الْآيَةِ الشَّرِيفَةِ وَمَا بِـهَا مِنْ أَسْرَارٍ أَنْ تَكْشِفَ ضُرَّنَا وَتَصْرِفَ عَنَّا كَيْدَ مَنْ كَادَنَا وَشَرَّ مَنْ أَرَادَ بِنَا شَرَّاً وَرُدَّ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ وَاَشْغِلْهُ عَنَّا بِشَاغِلٍ لَا يَسْتَطِيعُ رَدَّهُ  يَا اللَّـه .

Tarbiyah At-Tijaniyah 60 Raja Wali Alloh/Arif Billah/ 300 Raja-raja Jin Islam.

Kisah Syekh Ahmad Tijani ra dikunjungi 60 Raja Wali Alloh/Arif Billah/ 300 Raja-raja Jin Islam. 
By. H. Harun  
kisahkan sebuah peristiwa ketika Syaikh Ahmad Tijani dikunjungi oleh 300 raja-raja Jin Islam dan 60 raja-raja waliyullah. 300 raja2 jin tersebut mengutarakan keinginan mereka untuk diangkat menjadi murid dari Sayyidi Syaikh. Tetapi Sayyidi Syaikh menjawab bahwa beliau ditugaskan hanya untuk kalangan bangsa manusia. Maka semua raja jin tersebut memohon agar diizinkan mengkhodam / menghamba kepada beliau. Dan beliaupun mengizinkan dengan syarat bahwa para raja jin tsb juga harus mengkhidmat/mengkhodam kepada syaikh/guru yang ditunjuk oleh beliau ra beserta para murid-muridnya. Tentunya yang dimaksud adalah syaikh/guru yang BENAR dan SAH secara ruhaniah. Demikian pula dengan 60 raja2 waliyullah, yang dipimpin oleh Sesepuh Wali Quthub : Syekh Abu Hasan Syadzili, Syekh Ibnu Arabi dan Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, memohon kepada Sayyidi Syaikh Ahmad Tijani agar diizinkan untuk berguru (alias diangkat sebagai murid) kepada beliau ra. Dan Sayyidi Syaikh pun berkata bahwa bagaimana sekalian berguru kepadaku sementara derajat kalian adalah raja wali Allah. mereka menjawab bahwa kami hanya mengayomi dan mendidik orang-orang yang masih hidup. Sidi Syekh berkata : kalian aku angkat sebagai murid dengan syarat kalian mengkhidmat/mengkhodam kepada syaikh/guru yang ditunjuk oleh beliau ra berserta para murid-murid tijani.
Dari kisah di atas dapat kita bayangkan dan tarik kesimpulan bahwa betapa tinggi derajat beliau di atas derajat para raja waliyulah, serta betapa luas dan dalam ilmu dari Sayyidi Syaikh Ahmad Tijani. Kita bisa bayangkan, bahwa untuk para murid beliau sudah disediakan 2000 macam ilmu. Silakan para murid tholaab ilmu2 tsb sesuai kebutuhan tiap individu, tentunya dengan izin dan bimbingan dari GURU yang BENAR dan SAH secara ruhaniah.
Syarat menjadi murid dari tarekat Tijaniyah adalah
1. Harus taat kepada Allah & RasulNya
2. Harus taat kepada Guru
3. Harus taat kepada kedua orang tua
4. Harus taat kepada Ulil Amri (pemerintahan yang
BENAR dan SAH)
Para pengikut Tijaniyah dianjurkan untuk bergaul dengan sesama manusia dari golongan manapun. Kalau tidak demikian, bagaimana mungkin Bung Karno bisa menjadi presiden dalam waktu yang lama? Bagaimana mungkin Hasyim Asy’ari mengembangkan Nahdhatul Ulama (NU) tanpa sosialisasi kepada masyarakat? Bagaimana mungkin HOS Cokroaminoto mendirikan pergerakan tanpa bantuan kawan2nya? Bagaimana mungkin Pesiden kita sekarang (SBY) dapat mempunyai relasi yang begitu luas dan kuat?
Yang tidak boleh (dilarang keras) adalah mengunjungi wali-wali selain Tijaniyah, baik yang hidup maupun yang sudah meninggal. Sayyidi Syaikh Ahmad Tijani berkata bahwa tidak akan meninggal seorang Tijaniyah sebelum mendapat derajat kewalian (tentunya derajatnya sesuai amalan). Dan kisah 60 raja wali yang ingin berguru kepada Sayyidi Syaikh, termasuk Syaikh Abdul Qodir Jaelani. Silakan kita semua berpikir dengan keras dan mengambil kesimpulan, mengapa para pengikut Tijaniyah dilarang keras berziarah kepada wali2 selain Tijaniyah, pun kepada wali sekelas Syaikh Abdul Qodir (kecuali ada izin dari GURU), apalagi berziarah kepada wali2 kecil-menengah (wali wilayah)!! Seorang Tijaniyah yang BENAR amalannya, yang tekun dalam ibadahnya, sesungguhnya Nabi SAW akan hadir ketika mereka meninggal dunia dan ketika ditanya di dalam kubur, serta 70.000 malaikat akan berzikir untuknya. Mereka tidak akan meninggalkan dunia kecuali sudah sampai pada tingkat keWaliannya. Orang yang berziarah kepada wali2, tidak ada yang mereka harapkan kecuali keberkahan dan doa. Jadi, bagaimana bisa pengikut Tijaniyah yang dianugerahi mutiara keilmuan yang sangat tinggi harus memohon doa dan keberkahan dari wali2 selain Tijaniyah?? Apakah Guru2 / Syaikh2 mereka (termasuk Syaikh Ahmad Tijani) tidak cukup untuk dimintai doa dan keberkahan sehingga harus menghabiskan tenaga dan waktu untuk ziarah kepada wali2 lain?? Mengapa harus berziarah kepada wali2 lain, sementara 60 raja wali berziarah dan ingin berguru kepada Syaikh Ahmad Tijani?? Jika pengikut Tijaniyah ziarah pada Wali selain gurunya maka hubungan antara mereka dan guru2nya menjadi putus. Juga seluruh pemberian ilmu dari gurunya menjadi putus pula adanya. Mereka tidak ada apa-apanya di hadapan gurunya dan tidak ada yang akan mereka peroleh dari ziarah kepada orang lain. Allah tak menjadikan sesuatu pada seseorang yang bercabang dari dua hati.
Dan patut pula disimak perkataan dari Sayyidi Syaikh, bahwa semua tarekat akan berakhir (hilang) di akhir zaman, kecuali tarekat Muhammadiyah (alias Tijaniyah). Nama Tijaniyah pada akhir zaman akan berubah menjadi Muhammadiyah. Semua tarekat di akhir zaman akan menjadi tarekat Muhammadiyah/Tijaniyah.
Kepada semua pembaca yang simpati & empati kepada Tijaniyah, saran saya…….kalau pembawaan kita masih suka banyak bertanya, maka lebih cocok belajar saja dulu seterusnya tentang ilmu2 syari’at (seperti fiqh, ushul, tafsir, muthola’ah hadits, ilmu tentang ma’rifat, ilmu tentang tarekat, dll). Kalau sudah bulat hati masuk tarekat, tinggal diamal saja ilmu2/amalan tarekatnya (bukan ilmu yang membahas & membicarakan tarekat yaa..). Kalau manfaatnya dapat kita rasakan positif buat diri kita, yaa amalkan terus sampai tutup usia. Kalau tidak cocok dengan pembawaan kita, yaa tinggalkan saja.
Tholaab yang BENAR dan semangat, ibadah yang tekun, biar qolbu terbuka lebar dan mengerti tanpa diberitahu.

Sumber Rujukan :
Kitab Jawahir Ma'ani wa Buluguil Amani
Kitab Faidur Robbani